- Anwar Ibrahim bertemu CZ untuk dorong regulasi dan adopsi blockchain yang sehat di Malaysia.
- Malaysia buka peluang kerja sama blockchain syariah bersama Pakistan Crypto Council dan negara OKI lainnya.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim baru-baru ini bertemu dengan pendiri Binance, Changpeng Zhao (CZ), untuk membicarakan masa depan blockchain dan aset digital di Malaysia, dilansir dari media lokal Kosmo.
Anwar secara terbuka menyatakan bahwa pemerintah akan memperkuat kerja sama dengan regulator agar bisa merancang kerangka kerja yang sehat dan adaptif bagi teknologi baru ini, termasuk tokenisasi keuangan.
Langkah ini bukan tanpa konteks. Di sisi lain, CNF sebelumnya melaporkan bahwa Anwar juga menjajaki kemitraan dengan Uni Emirat Arab, menandakan bahwa Malaysia tidak menutup pintu terhadap regulasi kripto yang lebih terbuka.
Pemerintah tampaknya sadar bahwa untuk tetap relevan di tengah pergeseran global, mereka perlu menyambut transformasi digital ini dengan tangan terbuka, tentu dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian.
Malaysia di Persimpangan Kebijakan Digital dan Stabilitas Ekonomi
Dalam beberapa bulan terakhir, ekonomi Malaysia memang sedang diuji. Dana Moneter Internasional (IMF) telah menurunkan proyeksi pertumbuhan PDB Malaysia untuk 2025 dari 4,7% menjadi 4,1%. Proyeksi tahun 2026 bahkan lebih rendah lagi, yakni 3,8%.
Angka-angka ini menggarisbawahi betapa pentingnya Malaysia menemukan jalur baru pertumbuhan, termasuk lewat adopsi teknologi blockchain.
Bank Negara Malaysia (BNM) juga mulai menyadari potensi tokenisasi. Dalam laporan tahunan 2024, mereka mencatat lonjakan volume perdagangan kripto yang mencapai RM13,9 miliar. Namun BNM tetap menolak pengakuan kripto sebagai alat pembayaran sah, dengan alasan volatilitas.
Meskipun demikian, mereka bersiap menerbitkan makalah diskusi tentang tokenisasi aset tahun depan, bekerja sama dengan regulator dan pelaku industri.
Kolaborasi Lintas Batas Demi Ekosistem Digital yang Sehat
Menariknya, tidak hanya Binance yang masuk dalam radar Malaysia. Menteri Luar Negeri Mohamad Hasan juga bertemu dengan CEO Pakistan Crypto Council, Bilal Bin Saqib, untuk membahas peluang kerja sama teknologi blockchain berbasis syariah.
Topik seperti stablecoin halal dan sukuk tokenisasi turut dibicarakan. Bayangkan jika kerja sama ini berhasil, Malaysia bisa menjadi pionir model keuangan digital etis untuk seluruh dunia Islam.
Lebih lanjut lagi, Malaysia terus menunjukkan bahwa investasi pada sektor teknologi bukan cuma jargon belaka. Prioritas juga diberikan pada energi terbarukan, memperlihatkan arah kebijakan yang mengikuti arus zaman. Jika dikelola dengan baik, kombinasi antara inovasi blockchain dan investasi berkelanjutan ini bisa menjadi jawaban atas perlambatan ekonomi yang kini menghantui kawasan.
Dalam konteks ini, langkah Anwar bertemu langsung dengan CZ tidak bisa dianggap sepele. Ini adalah bagian dari strategi yang lebih luas—mendorong inovasi, merangkul teknologi, dan membentuk ulang posisi Malaysia dalam lanskap digital global.
Dan siapa tahu, mungkin saja dalam beberapa tahun ke depan, Malaysia bisa menjelma menjadi pusat blockchain Asia Tenggara. Tapi tentu saja, itu semua akan sangat bergantung pada bagaimana regulasi dirancang dan dijalankan ke depan.