AD
AD
  • PBB mengadopsi resolusi global pertama tentang AI untuk membuatnya aman dan bermanfaat bagi semua orang.
  • Resolusi ini berfokus pada promosi potensi positif AI sekaligus mengatasi risiko dan melindungi hak asasi manusia

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan suara bulat telah menyetujui resolusi global perdananya yang bertujuan untuk memandu pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang aman dan etis.

Resolusi ini, sebuah upaya kolaboratif yang dipelopori oleh Amerika Serikat dan disponsori bersama oleh 123 negara, termasuk Tiongkok, menekankan pentingnya mengembangkan sistem AI yang “aman, terjamin dan dapat dipercaya” demi kepentingan bersama umat manusia.

Mengatur Penggunaan AI di Seluruh Negara Anggota

Resolusi yang baru-baru ini disahkan mengharuskan semua 193 negara anggota untuk mempertahankan undang-undang yang ketat yang akan memungkinkan kecerdasan buatan untuk diintegrasikan secara luas sambil melindungi hak asasi manusia. Klausul utama resolusi tersebut menuntut agar sistem AI harus mematuhi undang-undang hak asasi manusia internasional di setiap tahap pengembangannya.

Negara-negara anggota diharuskan untuk berhenti menggunakan teknologi AI apa pun yang gagal mematuhi standar hak asasi manusia yang telah ditetapkan.

Selain itu, pedoman ini juga berlaku untuk sistem AI yang diidentifikasi memiliki risiko yang tidak proporsional terhadap perlindungan hak asasi manusia, terutama bagi individu yang berada dalam situasi yang rentan. Resolusi ini menggarisbawahi perlunya kesetaraan hak, baik secara online maupun offline, untuk memastikan bahwa individu mendapatkan perlindungan yang konsisten terlepas dari keterlibatan digital mereka.

Pengakuan dan Reaksi Global

Para pemangku kepentingan di seluruh dunia memuji pengesahan resolusi PBB tersebut, dengan tokoh-tokoh terkemuka seperti Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Wakil Presiden Kamala Harris yang memujinya sebagai pencapaian bersejarah.

Wakil Presiden Harris dan Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional, menyebut resolusi tersebut sebagai “bersejarah,” dan menyoroti pentingnya resolusi tersebut dalam memengaruhi strategi regulasi AI di seluruh dunia.

Menurut Duta Besar Linda Thomas-Greenfield, konsensus yang berhasil dicapai di antara negara-negara anggota merupakan momen penting di tengah lanskap global saat ini. Dia memuji kapasitas resolusi untuk menyatukan negara-negara dalam mengejar kemajuan dan menyoroti akuntabilitas bersama dalam mengatur teknologi AI untuk menjamin integrasi yang menguntungkan.

Resolusi PBB ini berupaya mengurangi kesenjangan digital di antara negara-negara anggota sekaligus mendorong penerapan AI yang tepat. Dengan mempertimbangkan bahwa setiap negara telah mencapai tahap perkembangan teknologi yang berbeda, Majelis Umum menekankan betapa pentingnya untuk membantu negara-negara miskin dalam memungkinkan akses yang adil ke teknologi AI.

Resolusi ini bertujuan untuk menutup kesenjangan ini dan mendorong partisipasi yang adil dalam revolusi AI dengan meningkatkan literasi digital.

Upaya Global yang Berkelanjutan

Persetujuan resolusi PBB ini menunjukkan peningkatan kesadaran akan perlunya legislasi AI yang komprehensif di seluruh dunia. Berbagai pihak, termasuk Uni Eropa, yang mengesahkan Undang-Undang AI untuk mengatur pengembangan dan penggunaan AI di wilayah tersebut, telah menyuarakan hal ini. Undang-Undang AI membutuhkan pelabelan yang tepat untuk konten yang dihasilkan oleh AI, yang membuatnya lebih mudah untuk membedakan antara informasi yang dibuat oleh mesin dan konten yang dibuat oleh manusia.

Berbagai negara anggota PBB, terutama Amerika Serikat, Cina, dan Korea Selatan berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan dalam regulasi AI. Dengan Presiden Joe Biden yang menegaskan kembali komitmen negara untuk mengatur AI, Gedung Putih menguraikan langkah-langkah pada bulan Oktober yang dimaksudkan untuk memastikan kepemimpinan AS di bidang ini.

Terlepas dari persaingan tersebut, semua orang setuju bahwa kolaborasi internasional sangat penting untuk menentukan bagaimana kecerdasan buatan akan dikembangkan dan diatur.

Perkenalkan Simon, seorang ahli kripto dengan perjalanan delapan tahun yang berkembang pesat di dunia kripto. Jantungnya berdegup kencang saat ia mempelajari dunia keuangan terdesentralisasi (DeFi) yang terus berkembang, menguak kekuatannya untuk memberikan kemandirian ekonomi. Pencarian tanpa henti Simon akan kebijaksanaan DeFi bagaikan mercusuar, karena ia membayangkannya sebagai katalisator untuk perubahan besar dalam dunia keuangan kita.

Exit mobile version