- Neon Machine hanya menyisakan sekitar 12 karyawan setelah gelombang PHK dan penutupan kantor.
- Salah satu pendiri diduga menjual token SHRAP di tengah anjloknya kepercayaan publik.
Neon Machine, studio pengembang game blockchain “Shrapnel,” kini tengah menghadapi kenyataan pahit. Setelah sempat disebut-sebut sebagai salah satu bintang baru di industri game berbasis kripto, perusahaan ini justru sedang terjerat utang dalam jumlah besar dan ditinggalkan hampir seluruh timnya.
Dari puncak kejayaan dengan sekitar 100 karyawan, kini hanya tersisa sekitar 12 orang. Dan yang lebih bikin geleng-geleng kepala—token mereka, SHRAP, sudah terjun bebas lebih dari 98% dari nilai puncaknya.
Gaming company Neon Machine is in deep financial crisis, with a large amount of debt outstanding and millions of dollars owed to external suppliers. The number of employees has dropped from a peak of about 100 to only about 12. The token SHRAP plummeted by more than 98%, and the…
— Wu Blockchain (@WuBlockchain) April 6, 2025
Neon Machine Dibanjiri Modal, Tapi Tetap Terseret Masalah
Beberapa bulan lalu, Neon Machine sebenarnya sempat berhasil mengamankan pendanaan US$20 juta dari investor ternama seperti Polychain. Tapi rupanya, itu belum cukup untuk menyelamatkan keuangan perusahaan yang sejak awal 2025 sudah mulai goyah.
Coba bayangkan kalau kamu menerima gaji rutin, tapi pengeluaran bulananmu jauh lebih besar dari pendapatan. Kira-kira bertahan berapa lama? Itulah gambaran yang dialami Neon Machine—pendapatan mereka sekitar US$21,7 juta, tapi biaya operasionalnya tembus ke angka US$33 juta hanya dalam satu tahun. Kalau ditotal sejak awal berdiri, pengeluaran perusahaan bahkan sudah mendekati US$86,9 juta.
Lebih lanjut lagi, demi menekan beban biaya, perusahaan tersebut memutuskan untuk menutup kantor mereka di Seattle dan merumahkan hampir seluruh karyawan. Yang tersisa hanya segelintir orang, kemungkinan besar yang masih mencoba menyelamatkan sisa-sisa proyek game andalan mereka, Shrapnel.
Token Anjlok, Kepercayaan Publik Ikut Terkikis
Bukan cuma internal perusahaan yang terguncang. Di sisi luar, token SHRAP yang menjadi bagian penting dari ekosistem game ini juga ikut ambruk. Penurunan nilainya yang mencapai lebih dari 98% tentu bikin para holder gigit jari.
Yang bikin situasi makin panas, salah satu pendiri Neon Machine, Don Norbury, diketahui menjual token SHRAP senilai sekitar US$672.000 sejak September tahun lalu. Banyak yang mulai bertanya-tanya, apakah ini bentuk keputusasaan, atau justru tindakan yang disengaja?
Sebelumnya, CNF telah melaporkan bahwa pasar dengan pasokan token yang membengkak dan likuiditas rendah sangat rentan terhadap manipulasi. Jadi, bukan tidak mungkin, jatuhnya SHRAP juga ikut terdorong oleh sentimen negatif dan aksi jual internal yang berkepanjangan.
Masih Berharap dari Pasar China
Tetapi, Neon Machine belum menyerah sepenuhnya. Mereka telah menjalin kemitraan dengan pihak di China untuk merilis Shrapnel di jaringan hak cipta digital yang didukung pemerintah lokal. Entah ini jalan keluar atau hanya langkah panik, yang jelas mereka masih mencoba menarik napas terakhir sebelum kemungkinan harus menutup lembaran.
Menariknya, krisis keuangan seperti ini ternyata bukan kasus langka dalam dunia teknologi dan kripto. Awal bulan ini, CTN—startup teknologi iklim yang sempat didukung oleh tokoh publik dan miliarder—ikut mengajukan kebangkrutan setelah kehilangan pendanaan sejak Februari 2025. Dengan investor besar seperti Sanberg yang angkat kaki, CTN tak punya cukup bahan bakar untuk lanjut beroperasi.
Gelombang Kebangkrutan yang Terus Meninggi
Di sisi lain, pada 4 Februari 2025, Harvard Law School Bankruptcy Roundtable mengangkat tiga isu utama yang muncul dalam kebangkrutan lima perusahaan kripto di Amerika Serikat.
Isu-isu itu antara lain mencakup klaim antar perusahaan yang saling berutang, tuntutan dari lembaga regulator dan pemerintah, serta masalah konversi aset menjadi dolar dalam proses hukum. Kalau kita tarik benang merah, seolah-olah industri kripto sedang melewati fase penuh ketidakpastian yang bikin banyak proyek rontok satu per satu.
Bukan cuma itu, ketika pendanaan berhenti, harga token jatuh, dan pasar makin tak bisa ditebak, proyek seperti Neon Machine jadi makin sulit bertahan. Apalagi jika fondasi keuangan mereka memang sejak awal tidak kokoh.