- Kenya sedang bersiap untuk melegalkan mata uang kripto dengan rencana rancangan kebijakan baru yang bertujuan untuk mengatur aset virtual dan penyedia layanan pada tahun 2025.
- Sekretaris Kabinet Keuangan John Mbadi menyatakan bahwa kebijakan ini akan membahas peluang dan risiko mata uang kripto, seperti pencucian uang dan penipuan.
Kenya sedang bersiap untuk memperkenalkan undang-undang yang bertujuan untuk melegalkan mata uang kripto, sebuah pergeseran yang signifikan dalam pendekatan negara tersebut terhadap aset virtual (virtual assets/VA).
Dalam pengumuman tersebut, Menteri Keuangan Kabinet John Mbadi mengakui risiko yang terkait dengan mata uang kripto, termasuk pencucian uang dan penipuan, tetapi menekankan perlunya kerangka kerja regulasi untuk memaksimalkan potensi manfaat dari sektor yang sedang berkembang ini.
Menurut outlet berita lokal, The Standard, Mbadi menggambarkan sektor keuangan Kenya sebagai “mercusuar inovasi dan pertumbuhan di Afrika.” Dia menyoroti bahwa munculnya aset virtual dan penyedia layanan aset virtual (VASP) telah membawa peluang dan tantangan baru, tidak hanya secara lokal tetapi juga internasional.
Tujuan utama pemerintah adalah menciptakan kerangka hukum dan peraturan yang seimbang yang memungkinkan Kenya untuk memanfaatkan manfaat dari teknologi ini sambil mengelola risiko yang terkait.
Pada bulan Desember 2024, Kenya meluncurkan rancangan kebijakan tentang aset virtual dan VASP. Tujuan kebijakan ini adalah untuk menetapkan kerangka hukum yang mengatur aset virtual, mempromosikan pasar yang adil dan efisien untuk aset-aset ini, dan memastikan praktik manajemen risiko yang baik.
Rancangan kebijakan ini merupakan langkah penting untuk mengimplementasikan struktur regulasi yang diperlukan untuk mendorong pasar kripto yang berkembang dan aman di Kenya.
Pergeseran Sikap Kenya Terhadap Mata Uang Kripto
Meskipun minat terhadap mata uang kripto semakin meningkat, volatilitasnya telah menyebabkan perilaku investor yang berhati-hati. Secara historis, Kenya bersikap skeptis terhadap mata uang digital, dengan Bank Sentral Kenya mengeluarkan peringatan pada tahun 2015 tentang tidak diakuinya mata uang digital sebagai alat pembayaran yang sah.
Dokumen kebijakan CBK tahun 2023 menyoroti masalah likuiditas dan tata kelola yang buruk sebagai risiko utama bagi perusahaan kripto. Namun, pada tahun 2022, 8,5% orang Kenya memiliki kripto, mendorong anggota parlemen untuk mempertimbangkan kembali sikap mereka.
Saat ini, para mantan skeptis merangkul mata uang kripto sebagai tempat berlindung yang aman di tengah volatilitas pasar. Sebagai contoh, Presiden terpilih Donald Trump, yang dulunya sangat kritis terhadap aset digital, kini menjadi pendukung kripto.
Pergeserannya terlihat jelas selama pidato konferensi Bitcoin 2024. Demikian pula, Presiden Rusia Vladimir Putin, yang sebelumnya menolak Bitcoin (BTC), mengakui sifatnya yang tak terbendung dan menandatangani undang-undang yang mendukung aset digital, termasuk membebaskan penambangan kripto dari PPN.
Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini memberikan panduan untuk regulasi kripto di Kenya. Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada 8 Januari 2024, IMF mendesak pihak berwenang Kenya untuk membuat kerangka kerja regulasi yang terstruktur dengan baik yang sesuai dengan standar internasional.
Dukungan global ini semakin menggarisbawahi pentingnya menciptakan lingkungan regulasi yang menyeimbangkan inovasi dengan kebutuhan perlindungan konsumen dan stabilitas keuangan.
Sikap pro mata uang kripto Kenya dipandang sebagai langkah strategis untuk tetap kompetitif di Afrika. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan inklusi keuangan dan mengurangi biaya transaksi, bergabung dengan negara-negara Afrika lainnya seperti Nigeria, Afrika Selatan, dan Mesir, yang memimpin dalam adopsi mata uang kripto.
Secara global, negara-negara seperti Ohio, Brasil, Texas, dan Pennsylvania mengadopsi Bitcoin sebagai alternatif dari aset cadangan tradisional, yang menandakan tren internasional yang berkembang dalam penggunaan mata uang digital.