- FBI mencatat kerugian akibat penipuan kripto di AS tahun 2024 mencapai US$9,3 miliar, naik drastis dari tahun sebelumnya.
- Penipuan kripto dilakukan lewat berbagai cara, mulai dari skema cinta daring hingga surat perintah palsu yang meminta pembayaran lewat Bitcoin.
Amerika Serikat kembali dibuat waspada oleh laporan terbaru FBI yang menyebutkan bahwa total kerugian akibat penipuan kripto sepanjang tahun 2024 mencapai US$9,3 miliar.
Angka ini mencerminkan lonjakan tajam dibandingkan tahun sebelumnya dan menjadi alarm keras bagi masyarakat serta otoritas keamanan di era digital ini. Modus-modus yang digunakan kian beragam, mulai dari investasi palsu hingga skema penipuan yang menyasar emosi korban.
Penipuan Kripto Berkedok Investasi dan Cinta Daring
Salah satu modus yang mendominasi adalah skema investasi palsu, termasuk penipuan bergaya “pig butchering“—di mana pelaku menjalin hubungan emosional dengan korban sebelum mengarahkan mereka ke platform investasi kripto yang ternyata palsu. Banyak korban baru menyadari bahwa mereka telah ditipu ketika uang sudah raib dan pelaku lenyap begitu saja.
Tak hanya itu, banyak juga yang dijerat lewat penipuan asmara daring. Bayangkan seorang wanita lanjut usia rela menjual rumahnya dan mengirim US$600.000 kepada seseorang yang baru dikenalnya secara online. Ternyata, uang tersebut malah dialihkan oleh Christine Joan Echohawk ke bentuk kripto dan dikirim ke kaki tangan lain. Echohawk kini menghadapi ancaman hukuman hingga 62 tahun penjara.
Di sisi lain, CNF melaporkan bahwa skema baru juga mulai bermunculan. Penjahat siber kini memanfaatkan surat perintah penangkapan palsu untuk menakut-nakuti korban agar membayar ‘denda’ lewat Bitcoin atau metode anonim lainnya. Bahkan pengadilan distrik di Virginia telah mengeluarkan peringatan resmi kepada publik tentang hal ini.
Dari Sindikat Asia ke Skema Ponzi Global
Masih belum reda dari kekhawatiran itu, PBB baru-baru ini mengungkap bahwa sindikat kriminal dari Asia Timur dan Tenggara menghasilkan hampir US$40 miliar per tahun dari berbagai penipuan daring.
Mereka menjalankan pusat operasi di negara-negara seperti Laos, Myanmar, dan Kamboja, kemudian memperluas jaringan ke wilayah lain seperti Afrika dan Amerika Latin untuk menghindari tindakan hukum yang lebih ketat di tempat asal. Jenis penipuannya meliputi skema cinta, perjudian ilegal, dan tentu saja, penipuan kripto.
Sementara itu di AS, SEC menuntut Ramil Palafox, pendiri PGI Global, karena diduga mengoperasikan skema Ponzi yang meraup dana sekitar US$198 juta dari investor di seluruh dunia. Dari jumlah itu, lebih dari US$57 juta digunakan untuk gaya hidup mewah. Janji keuntungan tinggi menjadi umpan klasik yang sayangnya masih banyak ditelan mentah-mentah oleh masyarakat.
FBI pun tidak tinggal diam. Melalui operasi bernama “Level Up,” mereka berhasil mengidentifikasi ribuan korban. Anehnya, sebagian besar korban bahkan tidak sadar telah menjadi target penipuan hingga diberi tahu langsung oleh petugas.
Apa yang terjadi ini jadi pelajaran besar bahwa edukasi finansial dan literasi digital bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan. Apalagi di zaman di mana teknologi bisa jadi pedang bermata dua: bisa melindungi, tapi juga bisa melukai jika tak digunakan dengan bijak.